Kamis, 15 Desember 2011

Heat Treatment


BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada era globalisasi ini yang penuh dengan pembangunan di sector industri serta bidang-bidang lainnya, tentunya pembangunan itu membutuhkan suatu bahan logam yang cukup baik , entah itu sifat fisik maupun mekanisnya.
Namun sifat fisik maupun mekanik dari logam tidaklah dengan mudah ditemukan . Oleh karena itu, perlu diberika terlebih dahulu suatu perlakuan khusus, sehingga dapat menghasilkan suatu logam yang sesuai dengan yang diinginkan .
Perlakuan yang diberikan logam antara lain adalah perlakuan panas atau Heatreatment, yang merupakan suatu proses perlakuan terhadap logam yang diinginkan dengan cara memberikan pemanasan dan kemudian dilakukan pendinginan dengan media pendingin tertentu, sehingga sifat fisiknya dapat diubah sesuai dengan yang diinginkan.
Logam yang baik dan sesuai adalah baja yang merupakan logam paduan FE dan C. pada kadar karbon tertentu  atau paduan lain yang sesuai. Baja banyak digunakan sebagai bahan konstruksi dan sebagai perkakas.

1.2.    Tujuan dan Manfaat pengujian
A.     Tujuan Pengujian
1.      Menjelaskan Tujuan Heat Treatmen
2.      Menjelaskan prosedur proses heat Tretmen
3.      Menjelaskan bahan dan peralatan yang digunakan
4.      Menjelaskan jenis-jenis proses heat Treatmen
5.      Menjelaskan hubungan antara diagram fasa Fe-C dengan proses heat treatmen.
6.      menjelaskan hubungan antara media pendingin, laju pendinginan, diagram TTT dengan proses heat treatmen
7.      Mampu melakukan dengan baik proses heat treatmen


B.     Manfaat Pengujian
a.       Bagi Praktikan
ü  Mengetahui langkah pengujian perlakuaan panas, untuk mendapatkan sifat logam yang diinginkan
ü  Mengetahui media pendingin yang tepat untk memperoleh kekerasan]
ü  Memudahkan uintuk mengetahui proses mana yang sesuai digunakan untuk suatu produk pengujian
ü  Mengetahui kecepatan pendinginan yang ditentukan  (pengaruh sifat pendinginan media)

b.      Bagi Industri
ü  Dengan perlakuan panas dapat diketahui  sifat-sifat logam untuk diterapkan pada bidang industri tertentu, terutama padad pemilihan bahan dan produnya.
ü  Mengetahui nilai ekonomis, keamanan dan kualitas bahan suatu produk.







BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Teori Dasar
            A. Pengertian Heat Treatment
 Heat Treatment ( perlakuan panas ) adalah salah satu proses untuk mengubah struktur logam dengan jalan memanaskan specimen pada elektrik terance ( tungku ) pada temperature rekristalisasi selama periode waktu tertentu kemudian didinginkan pada media pendingin seperti udara, air, air faram, oli dan solar yang masing-masing mempunyai kerapatan pendinginan yang berbeda-beda.
            Sifat-sifat logam yang terutama sifat mekanik yang sangat dipengaruhi oleh struktur mikrologam disamping posisi kimianya, contohnya suatu logam atau paduan akan mempunyai sifat mekanis yang berbeda-beda struktur mikronya diubah. Dengan adanya pemanasan atau pendinginan degnan kecepatan tertentu maka bahan-bahan logam dan paduan memperlihatkan perubahan strukturnya.
            Perlakuan panas adalah proses kombinasi antara proses pemanasan aatu pendinginan dari suatu logam atau paduannya dalam keadaan padat untuk mendaratkan sifat-sifat tertentu. Untuk mendapatkan hal ini maka kecepatan pendinginan dan batas temperature sangat menetukan.
B. Proses-proses Heat Treatment
            Ada beberapa proses-proses pada perlakuan pada Heat Treatment yaitu sebagai berikut:
1. Quenching ( pengerasan )
            Proses quenching atau pengerasan baja adalah suatu proses pemanasan logam sehingga mencapai batas austenit yang homogen. Untuk mendapatkan kehomogenan ini maka audtenit perlu waktu pemanasan yang cukup. Selanjutnya secara cepat baja tersebut dicelupkan ke dalam media pendingin, tergantung pada kecepatan pendingin yang kita inginkan untuk mencapai kekerasan baja. Ini mencegah proses suhu rendah, seperti transformasi fase, dari terjadi hanya menyediakan jendela sempit waktu di mana reaksi ini menguntungkan kedua termodinamika dan kinetis diakses, dapat mengurangi kristalinitas dan dengan demikian meningkatkan ketangguhan dari kedua paduan dan plastik (dihasilkan melalui polimerisasi). 
Pada waktu pendinginan yang cepat pada fase austenit tidak sempat berubah menjadi ferit atau perlit karena tidak ada kesempatan bagi atom-atom karbon yang telah larut dalam austenit untuk mengadakan pergerakan difusi dan bentuk sementitoleh karena itu terjadi fase lalu yang mertensit, imi berupa fase yang sangat keras dan bergantung pada keadaan karbon.
2. Anneling
 Proses anneling atau melunakkan baja adalah prose pemanasan baja di atas temperature kritis ( 723 °C )selanjutnya dibiarkan bebrapa lama sampai temperature merata disusul dengan pendinginan secara perlahan-lahan sambil dijaga agar temperature bagian luar dan dalam kira-kira samahingga diperoleh struktur yang diinginkan dengan menggunakan media pendingin udara.
Tujuan proses anneling :
1.      Melunakkan material logam
2.      Menghilangkan tegangan dalam / sisa
3.      Memperbaiki butir-butir logam.
3. Normalizing
            Normalizing adalah suatu proses pemanasan logam hingga mencapai fase austenit yang kemudian diinginkan secara perlahan-lahan dalam media pendingin udara. Hasil pendingin ini berupa perlit dan ferit namunhasilnya jauh lebih mulus dari anneling. Prinsip dari proses normalizing adalah untuk melunakkan logam. Namun pada baja karbon tinggi atau baja paduan tertentu dengan proses ini belum tentu memperoleh baja yang lunak. Mungkin berupa pengerasan dan ini tergantung dari kadar karbon.



4. Tempering
            Proses tempering adalah pemanasan baja sampai temperature sedikit di bawah temperature kritis, kemudian didiamkan dalam tungku dan suhunya dipertahankan sampai merata selama 15 menit. Selanjutnya didinginkan dalam media pendingin. Jika kekerasan turun, maka kekuatan tarik turun pula. Dalamhal ini keuletan dan ketangguhan baja akan meningkat. Meskipun proses ini akan menghasilkan baja yang lebih lemah. Proses ini berbeda dengan anneling karena dengan proses ini belum tentu memperoleh baja yang lunak, mungkin berupa pengerasan dan ini tergantung oleh kadar karbon.
Tempering dibagi dalam:
a. Tempering pada suhu rendah(150-300˚C).
             Tujuannya hanya untuk mengurangi tegangan tegangan kerut dan kerapuhan dari baja. Proses ini digunakan untuk alat alat kerja yang tidak mengalami beban yang berat, seperti misalnya alat alat potong mata bor yang dipakai untuk kaca dan lain lain.

b. Tempering pada suhu menengah(300-500˚C)
             Tujuannya menambah keuleatan dan kekerasannya menjadi sedikit berkurang. Proses ini digunakan pada alat alat kerja yang mengalami beban berat seperti palu, pahat, pegas pegas(Mustofa Ahmad Ary,2006)
c. Tempering pada suhu tinggi(500-650˚C)
             Tujuannya untuk memberikan daya keuletan yang beasar dan sekaligus kekerasan menjadi agak rendah. Proses ini digunakan pada roda gigi, poros, batang penggerak dan lain lain

C. Jenis- jenis Pengerasan permukaan
            1. karburasi
Cara ini sudah lama dikenaloleh orang sejak dulu. Dalam cara ini, besi dipanaskan      di atas suhu dalam lingkungan yang mengandung karbon, baik dalan bentuk padat,    cair ataupun gas. Beberapa bagian dari cara kaburasi yaitu kaburasi padat, kaburasi cair dan karburasi gas.
2. karbonitiding
Adalah suatu proses pengerasan permukaan dimana baja dipanaskan di atas suhu kritis di dalam lingkungan  gas dan terjadi penyerapan karbon dan nitrogen. Keuntungan karbonitiding adalah kemampuan pengerasan lapisan luar meningkat bila ditambahkan nitrogen sehingga dapat diamfaatkan baja yang relative murah ketebalan lapisan yang tahan antara 0,80 sampai 0,75 mm.
3. Cyaniding
Adalah proses dimana terjadi absobsi karbon dan nitrogen untuk memperoleh specimen yang keras pada baja karbon rendah yang sulit dikeraskan. Proses ini tidak sembarang dilakukan dengan sembarang .Penggunaan  closedpot  dan  hood  ventilasi  diperlukan  untuk  cyaniding  karena  uap  sianida  yang  terbentuk  sangat  beracun.
4.    Nitriding
Adalah proses pengerasan permukaan yang dipanaskan sampai ± 510°c dalam lingkungan gas ammonia selama beberapa waktu. Metode pengerasan kasus ini menguntungkan karena fakta bahwa kasus sulit diperoleh dari pada karburasi. Banyak bagian-bagian mesin seperti silinder barrel and gear dapat dikerjakan  dengan  cara ini.
            Proses ini melibatkan theexposing dari bagian untuk gas amonia atau bahan nitrogen lainnya selama 20 sampai 100 jam pada 950 ° F.
 The inwhich kontainer pekerjaan dan gas Amoniak dibawa dalam kontak harus kedap udara dan mampu mempertahankan suhu sirkulasi andeven.

D. Faktor- faktor yang mempengaruhi laju pendinginan media pendingin
1.      Densitas
semakin tinggi densitas suatu media pendingin, maka semakin cepat proses pendinginan oleh media pendingin tersebut.
2.      Viskositas
Semakin tinggi viskositas suatu media pendingin, maka laju pendinginan semakin lambat, Viskositas adalah sebuah ukuran penolakan sebuah fluid terhadap perubahan bentuk di bawah tekanan shear. Biasanya diterima sebagai "kekentalan", atau penolakan terhadap penuangan. Viskositas menggambarkan penolakan dalam fluid kepada aliran dan dapat dipikir sebagai sebuah cara untuk mengukur gesekan fluid. Air memiliki viskositas rendah, sedangkan minyak sayur memiliki viskositas tinggi.
Pengaruh Viskositas dan Density berdasarkan media pendingin:
a.       Air garam
Air memiliki viskositas yang rendah sehingga nilai kekentalan cairan kurang, sehingga laju pendinginan cepat dan massa jenisnya lebih besar dibandingkan dengan media pendingin lainnya seperti air,solar,oli,udara, sehingga kecepatan media pndingin besar dan makin cepat laju pendinginannya.
b.      Air
Air memiliki massa jenis yang besar tapi lebih kecil dari air garam, kekentalannya rendah sama dengan air garam. Laju pendinginannya lebih lambat dari air garam.
c.       Solar memiliki viskositas yang tinggi dibandingkan dengan air dan massa jenisnya lebih rendah dibandingkan air sehingga laju pendinginannya lebih lambat.
d.      Oli
Oli memiliki nilai viskositas atau kekentalan yang tertinggi dibandingkan dengan media pendingin lainnya dan massa jenis yang rendah sehingga laju pendinginannya lambat.
Udara tidak memilki viskositas tetapi hanya memiliki massa jeni sehingga laju pendinginannya sangat lambat.
            Besi cor yang berada pada suhu outektoid yaitu pada suhu 1148 °C rata-rata mengandung 2,5% - 4% kadar karbon yang kaya besi mengandung 2,1% berat atau 9% atom. Atom-atom karbon ini larut secara intertisi dalam besi KPS.
            Baja yang mengandung 1,2% karbon dapat mempunyai fasa tunggal pada proses penempaan atau proses pengerjaan panas lainnya yaitu sekitar 1100°C – 1250°C pada daerah yang kaya besi 99% Fe dan 1% C diagram Fe-Fe3C berada dengan diagram lainnya.Perbedaan ini karena besi adalah paimorf pada daerah 700°C – 900°C. Daerah karbon 0% - 1%. Pada diagram ini struktur mikro baja dapat diatur.
            3. Koefisien Perpindahan panas
Semakin tinggi koefisien perpindahan panas yang terjadi, maka panas yang mengalir dari benda  kerja akan semakin besar pula, sehingga kecepatan pendinginan lebih besar.
            4. Perubahan Suhu
Semakin kecil suhu media pendingin (udara, air, oli, garam, dll) maka kecepatan pendinginan semakin cepat karena panas pada specimen akan lebih cepat mengalir ke suhu media pendingin yang lebih kecil.
E. Diagram Fe-
http://www.steelindonesia.com/article/02-heat_treatment_files/image002.jpg
Diagram fasa Fe-Fe3C menampilkan hubungan antara temperatur dan kandungan karbon (%C) selama pemanasan lambat. Dari diagram fasa tersebut dapat diperoleh informasi-informasi penting yaitu antara lain(Harris and Marsall, 1980):

1. Fasa yang terjadi pada komposisi dan temperatur yang berbeda dengan kondisi pendinginan lambat.
2. Temperatur pembekuan dan daerah-daerah pembekuan paduan Fe-C bila dilakukan pendinginan lambat.
3. Temperatur cair dari masing-masing paduan.
4. Batas-batas kelarutan atau batas kesetimbangan dari unsur karbon pada fasa tertentu.
5. Reaksi-reaksi metalurgis yang terjadi, yaitu reaksi eutektik, peritektik dan eutektoid.




Fasa yang terbentuk :
·         Ferit ( Besi )
Merupakan larutan padat karbon dalam besi maksimum 0,025 % pada temperature  C. Pada temperature kamar, kandungan karbonnya 0,008 % . Sifat ferit adalah lunak ulet dan tahan korosi.
·         Sementit
Merupakan senyawa logam yang mempunyai senyawa logam yang mempunyai kekerasan tinggi dan terkeras di antara fase lainnya dan mengandung 6,67 %b kadar karbon, walaupun sangat keras tapi bersifat getas.
·         Austenit
 merupakan larutan padat intersisi antara karbon dan besi yang mempunyai sel satuan BCC yang stabil pada temperatur  dengan sifat yang lunak tapi ulet.
·         Perlit \
Merupakan elektroid yang terdiri dari 2 fasa yaituferit dan sementit , kedua fasa ini terbentuk halus. Perlit hanya dapat terjadi di bawah  C , sifatnya kuat dan tahan terhadap korosi serta kandungan karbonnya 0,83 %.
·         Ladeburit
Merupakan susunan elektrolit dengan kandungan karbonnya 4,3 % yaitu campuran perlit dan  semantit, sifatnya halus dan getas karena sementit banyak.
·         Besi Delta
Merupakan fasa yang berada antara temperatur  ( sel satuan BCC (sel satuan Kubus) karbon yang larut sampai 0,01 %.
 F. Diagram TTT
Dalam prakteknya proses pendinginan pada pembuatan material baja dilakukan secara menerus mulai dari suhu yang lebih tinggi sampai dengan suhu rendah. Pengaruh kecepatan pendinginan manerus terhadap struktur mikro yang terbentuk dapat dilihat dari diagram Continuos Cooling Transformation Diagram.

 http://www.steelindonesia.com/article/02-heat_treatment_files/image006.jpg
            Penjelasan diagram:
  • Pada proses pendinginan secara perlahan seperti pada garis (a) akan menghasilkan struktur mikro perlit dan ferlit.
  • Pada proses pendinginan sedang, seperti, pada garis (b) akan menghasilkan struktur mikro perlit dan bainit.
  • Pada proses pendinginan cepat, seperti garis ( c ) akan menghasilkan struktur mikro martensit.
G. Diagram CCT
Graphic_yanti_2
     Penjelasan diagram:
·         Bentuk diagram tergantung dengan komposisi kimia terutama kadar karbon dalam baja.
·         Untuk baja dengan kadar karbon kurang dari 0.83% yang ditahan suhunya dititik tertentu yang letaknya dibagian atas dari kurva C, akan menghasilkan struktur perlit dan ferit.
·         Bila ditahan suhunya pada titik tertentu bagian bawah kurva C tapi masih disisi sebelah atas garis horizontal, maka akan mendapatkan struktur mikro Bainit (lebih keras dari perlit).
·         Bila ditahan suhunya pada titik tertentu dibawah garis horizontal, maka akan mendapat struktur Martensit (sangat keras dan getas).
·         Semakin tinggi kadar karbon, maka kedua buah kurva C tersebut akan bergeser kekanan.
Ukuran butir sangat dipengaruhi oleh tingginya suhu pemanasan, lamanya pemanasan dan semakin lama pemanasannya akan timbul butiran yang lebih besar. Semakin cepat pendinginan akan menghasilkan ukuran butir yang lebih kecil.
H. Unsur Paduan
1.             Karbon
·         Larut dalam ferrite
·          Pembentukan sementit (dan karbida lainnya), perlit, bainit.
·          % C dan distribusinya mempengaruhi sifat baja.
·          Kekuatan dan kekerasan meningkat dengan naiknya % C.
Pada baja karbon biasanya kekuatan dan kekerasannya meningkat sebanding dengan kekuatan karbonnya, tetapi kekuatannya menurun dengan naiknya kadar karbon. Persentase kandungan karbon akan memberikan sifat lain pada baja karbon di antaranya:
-          Kemampuan untuk dibentuk
-          Diperkeras
-          Diolah mesin
-          Kemampuan untuk di las

2.       Mangan (Mn)
·         Bahan oksidiser (mengurangi O dalam baja), menurunkan kerentanan hot shortness pada aplikasi pengerjaan panas
·         Larut, membentuk solid solution strength dan hardness
·         Dengan S membentuk Mangan Sulfida, meningkatkan sifat pemesinan (machineability).
·         Meningkatkan kekuatan dan kekerasan meski tidak sebaik C.
·         Menurunkan sifat mampu las (weldability) dankeuletannya.
·         Meningkatkan hardenability baja.
Mengan berfungsi untuk memperbaiki kekuatan tariknya dan ketahanan ausnya. Unsure ini memberikan pengerjaan yang lebih mengkilap/bersih dan menambah kekuatan panas baja karbon.

3.       Silikon (Si)


silicon.jpg
 







·         Bahan deoksidiser.
·         Meningkatkan kekuatan ferit.
·         Dalam jumlah besar, meningkatkan ketahanan baja terhadap efek scaling, tetapi mengalami kesulitan dalam pemrosesannya (High-Silicon Steel).
Silicon di tambahkan untuk memperbaiki homogenitas pada baja. Selain itu dapat menaikkan tegangan tarik dan menurunkan kecepatan pendinginan kritis, sehingga baja karbon lebih elstis dan cocok dijadikan sebagai bahan pembuatan getas.

4.       Posfor (P)


phospor.jpg 




Posfor dalam baja dibutuhkan dalam persentase kecil, yaitu maksimum 0.04%, yang berfungsi mempertinggi kualitas dan daya tahan material terhadap korosi. Material yang mengandung posfor diatas 0,04% akan mempunyai kecenderungan untuk menjadi getas dan mudah retak. Penambahan posfro dimaksudkan pula untuk memperoleh serpihan kecil-kecil pada saat proses permesinan.

5.       Belerang (s)


09_sulfur1.jpg
 





Belerang dimaksudkan untuk memperbaiki sifat-sifat mampu mesin, keuntungan sulfur pada temperature biasa, dapat memberikan ketahanan aus pada gesekan tinggi.

6.       Khrom (Cr)


chromium.png
 








·         Meningkatkan ketahanan korosi dan oksidasi.
·         Meningkatkan kemampukerasan.
·         Meningkatkan kekuatan pada temperature tinggi.
·         Peningkatan ketahanan terhadap pengaruh abrasi.
·         Unsur pembentuk karbida (elemen pengeras).
Khrom dengan karbon membentuk karbida dapat menambah dan menaikkan daya tahan korosi dan daya tahan terhadap yang tinngi keuletannya berkurang.

7.       Nikel (Ni)
·         Tidak membentuk karbida
·         Berada dalam ferit, sebagai penguat (efek ketangguhan ferit).
·         Dengan Cr menghasilkan baja paduan dengan kemampuan kekerasan tinggi, ketahanan impak dan fatik yang tinggi.
Sebagai unsure paduan dalam baja kontruksi dan baja mesin. Nikel memperbaiki antara lain kekuatan tarik, sifat tahan korosi, sifat tahan panas dan sifat magnitnya.


8.       Molibdum Mo)


molybdenum.gif
 







·         Meningkatkan kemampukerasan baja.
·         Menurunkan kerentanan terhadap temper embrittlement (400-550oC)
·         Meningkatkan kekuatan tarik pada temperature tinggi dan kekuatan creep.
Molibdum mengurangi kerapuhan pada baja karbon tinggi, menstabilkan karbida serta memperbaiki kekuatan baja

9.       Titanuim (Ti)


images.jpg
 






·         Sebagai deoksidiser.
·         Pengontrolan dalam pertumbuhan butir. TITANIUM
·         Sebagai deoksidiser.
·         Mengontrol pertumbuhan butir.
Titanium adalah logam yang lunak, tapi bila dipadukan dengan nikel dan karbon akan lebih kuat, tahan aus, tahan temperature, dan tahan korosi.




10.   Wolfram/tungsten
Ferro_Tungsten.jpg
·         Memberikan peningkatan kekerasan.
·         Menghasilkan struktur yang halus.
·         Pada temperatur tinggi, tungsten membentuk WC (keras dan stabil).
·         Menjaga pengaruh peunakan selama proses penemperan.
Paduan ini dapat membentuk karbida yang stabil dan yang keras, menahan suhu pelumasan dan mengembalikan perubahan bentuk/struktue secara perlahan-lahan. 

I.  Sistem Kristalografi
            1. Sistem Isometrik
Sistem ini juga disebut sistem kristal regular, atau dikenal pula dengan sistem kristal  kubus atau kubik. Jumlah sumbu kristalnya ada 3 dan saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Dengan perbandingan panjang yang sama untuk masing-masing sumbunya. Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Isometrik memiliki axial ratio (perbandingan sumbu a = b = c, yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, semua sudut kristalnya ( α , β dan γ ) tegak lurus satu sama lain (90˚).
http://medlinkup.files.wordpress.com/2010/11/cubic_crystal_system_1.gif?w=133&h=119
Gambar 1 Sistem Isometrik
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Isometrik memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 3. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c juga ditarik garis dengan nilai 3 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.
Sistem isometrik dibagi menjadi 5 Kelas :
Tetaoidal
Gyroida
Diploida
Hextetrahedral
Hexoctahedral
Beberapa contoh mineral dengan system kristal Isometrik ini adalah gold, pyrite, galena, halite, Fluorite (Pellant, chris: 1992)

2. Sistem Tetragonal
Sama dengan system Isometrik, sistem kristal ini mempunyai 3 sumbu kristal yang masing-masing saling tegak lurus. Sumbu a dan b mempunyai satuan panjang sama. Sedangkan sumbu c berlainan, dapat lebih panjang atau lebih pendek. Tapi pada umumnya lebih panjang.
Pada kondisi sebenarnya, Tetragonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, semua sudut kristalografinya ( α , β dan γ ) tegak lurus satu sama lain (90˚).
http://medlinkup.files.wordpress.com/2010/11/tetragonal_crystal.jpg?w=115&h=150Gambar 2 Sistem Tetragonal
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal Tetragonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.
Sistem tetragonal dibagi menjadi 7 kelas:
Piramid
Bipiramid
Bisfenoid
Trapezohedral
Ditetragonal Piramid
Skalenohedral
Ditetragonal Bipiramid
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Tetragonal ini adalah rutil, autunite, pyrolusite, Leucite, scapolite (Pellant, Chris: 1992)

3. Sistem Hexagonal
Sistem ini mempunyai 4 sumbu kristal, dimana sumbu c tegak lurus terhadap ketiga sumbu lainnya. Sumbu a, b, dan d masing-masing membentuk sudut 120˚ terhadap satu sama lain. Sambu a, b, dan d memiliki panjang sama. Sedangkan panjang c berbeda, dapat lebih panjang atau lebih pendek (umumnya lebih panjang).
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Hexagonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b = d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ; γ = 120˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, sudut α dan β saling tegak lurus dan membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu γ.
http://medlinkup.files.wordpress.com/2010/11/hexagonal_crystal.jpg?w=114&h=150Gambar 3 Sistem Hexagonal
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Hexagonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 20˚ ; dˉ^b+= 40˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 20˚ terhadap sumbu bˉ dan sumbu dˉ membentuk sudut 40˚ terhadap sumbu b+.
Sistem  ini dibagi menjadi 7:
Hexagonal Piramid
Hexagonal Bipramid
Dihexagonal Piramid
Dihexagonal Bipiramid
Trigonal Bipiramid
Ditrigonal Bipiramid
Hexagonal Trapezohedral
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Hexagonal ini adalah quartz, corundum, hematite, calcite, dolomite, apatite. (Mondadori, Arlondo. 1977)
4. Sistem Trigonal
Jika kita membaca beberapa referensi luar, sistem ini mempunyai nama lain yaitu Rhombohedral, selain itu beberapa ahli memasukkan sistem ini kedalam sistem kristal Hexagonal. Demikian pula cara penggambarannya juga sama. Perbedaannya, bila pada sistem Trigonal setelah terbentuk bidang dasar, yang terbentuk segienam, kemudian dibentuk segitiga dengan menghubungkan dua titik sudut yang melewati satu titik sudutnya.
Pada kondisi sebenarnya, Trigonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b = d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ; γ = 120˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, sudut α dan β saling tegak lurus dan membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu γ.
http://medlinkup.files.wordpress.com/2010/11/rhombohedral_crystal_system_1.gif?w=127&h=145
Gambar 4 Sistem Trigonal
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal Trigonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 20˚ ; dˉ^b+= 40˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 20˚ terhadap sumbu bˉ dan sumbu dˉ membentuk sudut 40˚ terhadap sumbu b+.
Sistem ini dibagi menjadi 5 kelas:
Trigonal piramid
Trigonal Trapezohedral
Ditrigonal Piramid
Ditrigonal Skalenohedral
Rombohedral
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Trigonal ini adalah  tourmalinedan cinabar (Mondadori, Arlondo. 1977)
5. Sistem Orthorhombik
Sistem ini disebut juga sistem Rhombis dan mempunyai 3 sumbu simetri kristal yang saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Ketiga sumbu tersebut mempunyai panjang yang berbeda. Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Orthorhombik memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, ketiga sudutnya saling tegak lurus (90˚).
http://medlinkup.files.wordpress.com/2010/11/orthorhombic_crystal_system_1.gif?w=125&h=131Gambar 5 Sistem Orthorhombik
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Orthorhombik memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.
Sistem ini dibagi menjadi 3 kelas:
Bisfenoid
Piramid
Bipiramid
Beberapa contoh mineral denga sistem kristal Orthorhombik ini adalah stibnite, chrysoberyl, aragonite dan witherite (Pellant, chris. 1992)
6. Sistem Monoklin
Monoklin artinya hanya mempunyai satu sumbu yang miring dari tiga sumbu yang dimilikinya. Sumbu a tegak lurus terhadap sumbu n; n tegak lurus terhadap sumbu c, tetapi sumbu c tidak tegak lurus terhadap sumbu a. Ketiga sumbu tersebut mempunyai panjang yang tidak sama, umumnya sumbu c yang paling panjang dan sumbu b paling pendek.
Pada kondisi sebenarnya, sistem Monoklin memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ≠ γ. Hal ini berarti, pada ancer ini, sudut α dan β saling tegak lurus (90˚), sedangkan γ tidak tegak lurus (miring).
http://medlinkup.files.wordpress.com/2010/11/monoclinic_crystal_system_11.gif?w=113&h=149Gambar 6 Sistem Monoklin
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal Monoklin memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 45˚ terhadap sumbu bˉ.
Sistem Monoklin dibagi menjadi 3 kelas:
Sfenoid
Doma
Prisma
Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Monoklin ini adalah azurite,  malachite, colemanite, gypsum, dan epidot (Pellant, chris. 1992)
7. Sistem Triklin
Sistem ini mempunyai 3 sumbu simetri yang satu dengan yang lainnya tidak saling tegak lurus. Demikian juga panjang masing-masing sumbu tidak sama. Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Triklin memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β ≠ γ ≠ 90˚. Hal ini berarti, pada system ini, sudut α, β dan γ tidak saling tegak lurus satu dengan yang lainnya.
http://medlinkup.files.wordpress.com/2010/11/triclinic_crystal_system_11.gif?w=109&h=143Gambar 7 Sistem Triklin
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, Triklin memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 45˚ ; bˉ^c+= 80˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 45˚ terhadap sumbu bˉ dan bˉ membentuk sudut 80˚ terhadap c+.
Sistem ini dibagi menjadi 2 kelas:
Pedial
Pinakoidal
Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Triklin ini adalah albite, anorthite, labradorite, kaolinite, microcline dan anortoclase 

J. Aplikasi Heat Treatment pada Pembuatan kaca anti Peluru
http://i518.photobucket.com/albums/u346/fox_killer/antipeluri_b_richard-sheinwarld_h10.jpg

            Kaca antipeluru merupakan kemampuan kaca untuk menahan peluru yang menembus bidang ini. Dengan komponen yang terdapat dalam kaca antipeluru, proyektil yang ditembakkan ke arah kaca dapat tertahan sehingga tidak mengenai sasaran tembak yang berada di balik kaca. Bahan-bahan penangkal antipeluru dapat dikomposisikan ke dalam kaca dan tidak mengurangi karakteristik fisik kaca pada umumnya, yaitu bening dan transparan.
            Kaca antipeluru diciptakan agar kaca standar dapat memiliki ketahanan yang lebih kuat pada benda-benda tumpul. Jenis kaca yang digunakan biasanya memiliki ketebalan 70 sampai 75 milimeter. Sebelum menjadi pelengkap mobil pribadi, kaca antipeluru telah digunakan pada kendaraan tempur sejak Perang Dunia II. Saat itu, kaca yang digunakan memiliki ketebalan 100 sampai 120 milimeter.
            Pada dasarnya, kaca antipeluru tidak berbeda dengan kaca pada umumnya.
Intinya, kaca antipeluru merupakan kaca biasa yang dilapisi dengan dengan polycarbonate.
Kaca dan polycarbonate merupakan komponen pokok dalam susunan kaca antipeluru. Kaca sendiri merupakan lapisan tembus pandang sedangkan polycarbonate sebagai lapisan yang melindungi serpihan kaca. Sehingga, kaca yang retak terkena tembakan, ledakan, atau pukulan keras tidak hancur lebur mengenai orang.
Tapi retakan tersebut tertahan di dalam kaca karena ada polycarbonate yang menahannya. Selain dua komponen tersebut, kaca antipeluru sendiri tersusun dari berbagai lapisan. Sebab kaca ini merupakan sistem kaca yang berlapis-lapis. Proses pembuatannya sendiri menggunakan cara pemanasan dan pendingan supaya kaca menjadi lebih kuat.
             Polikarbonat adalah kelompok tertentu polimer termoplastik. Mereka dapat dengan mudah bekerja, dibentuk, dan thermoformed; karena itu, plastik ini sangat banyak digunakan dalam industri kimia modern. Fitur menarik mereka (suhu perlawanan, dampak perlawanan dan optiknya) posisi mereka di antara plastik dan rekayasa komoditas plastic
http://i518.photobucket.com/albums/u346/fox_killer/29.jpg
            Kaca yang telah dilapisi protective interlayer atau polyvinyl butyral (PVB) dapat tahan terhadap tegangan tinggi, karena material ini dilapisi dengan banyak lapisan. Sebagai contoh, tiga lapisan kaca, dua lapisan PVB, empat lapisan kaca, tiga lapisan PVB dan seterusnya. Material ini dapat tahan terhadap peluru atau bom. Ini dikarenakan material tersebut memiliki lapisan PVB yang tahan terhadap tegangan. 
Saat kaca terkena peluru, material ini dapat pecah namun peluru tidak dapat tembus. Sebab kaca telah mengalami tempered glass yaitu kaca yang telah mengalami heat treatment supaya lebih keras dan pecahan kacanya lebih halus dan tidak melukai penumpang. Selain itu, PVB dapat menjadi dekorasi, karena PVB memiliki berbagai warna dan motif. 
            Banyaknya lapisan yang digunakan dalam pembuatan kaca antipeluru membuat lapisan kaca ini menjadi tebal. Ketebalan kaca dapat mencapai empat sentimeter. Bahkan, pada mobil limusin Presiden Amerika Serikat ke-44, Barack Obama, ketebalan kaca mobilnya lebih dari 12 sentimeter. Sementara kekuatan kaca antipeluru ditentukan melalui suatu standar. Dengan demikian, kekuatan kaca dapat diukur. 
            Ada beberapa level untuk menentukan kekuatan kaca. Berdasarkan standar ukuran dari National Institute of Justice yang berasal dari Amerika Serikat, terdapat ukuran kekuatan kaca mulai dari level satu sampai dengan level delapan. Kekuatan tersebut akan diukur dengan peluru yang mengenai kaca. Jenis peluru, kecepatan, dan jumlah peluru yang ditembakkan menjadi acuan ketahanan suatu kaca. 
            Jarak, Berat, dan Kecepatan , Sebagai contoh, pada level II A kaca akan dapat mengkis peluru berkaliber 9 milimeter yang memiliki berat 8 gram dengan kecepatan luncur dari senapan 341 meter per detik dari proyektil atau senapan. Dalam satu percobaan, peluru ini ditembakkan dalam jarak lima meter. 
            Hasil yang diperoleh peluru tidak menembus pada kaca. Kekuatan kaca ini akan jadi berbeda jika ditembakkan dengan peluru pada kekuatan level III A. Kaca dengan kekuatan IIA ditembak dengan peluru IIIA yang berjenis 9 milimeter dengan berat 8,2 gram pada kecepatan tembak 436 meter per detik. Maka, peluru tersebut akan dapat menembus kaca dan serpihannya dapat mengenai penumpang di dalam mobil. 
            Untuk menguji kaca antipeluru, penembakan dilakukan pada jarak lima meter dan dilakukan pada enam kali tembakan pada level I sampai III A. Dalam percobaan, tembakan tidak diarahkan pada titik yang sama melainkan diarahkan pada titik lain. Sementara, jarak antara satu titik tembakan dengan titik yang lain sejauh dua inci atau 5,1 milimeter. Sebab kalau tembakan diarahkan pada satu titik pada kaca yang ditembak sebanyak enam kali, tentu saja peluru akan menembus kaca. Pada Level di atas III A atau III dan IV, jarak uji tembakan 15 meter karena pada tahap ini kecepatan peluru umumnya lebih besar sekitar 850 meter per detik. Di samping itu, berat peluru lebih tinggi sekitar sembilan sampai dengan 10 gram. Namun, berbeda dengan level di bawahnya, uji tembak pada peluru level empat hanya dilakukan sekali.  Selain daripada itu, teknik uji kaca antipeluru lainnya adalah dengan mengarahkan tembakan secara lurus pada kaca. Arah tembakan semacam ini memiliki kekuatan yang lebih besar dibandingkan jika tembakan diarahkan secara miring. Jika dengan cara uji seperti ini peluru tidak tembus pada kaca, maka tembakan yang dilakukan dalam posisi miring tidak akan menembus kaca. Sebab umumnya tembakan yang dilakukan oleh pelaku kriminal dilakukan dengan arah yang tidak lurus.
2.2. Pengelompokan dan Standarisasi Baja
            Pengelompokan Baja
             1.   Baja Karbon
Baja karbon adalah paduan besi karbon di mana unsure karbon sangat menentukan sifat-sifatnya, sedang unsur-unsur paduan lainnya yang biasa terkandung di dalamnya terjadi karena proses pembuatannya. Sifat baja karbon biasa ditentukan oleh persentase karbon dan mikrostruktur.
           2.   Baja Paduan
Baja paduan adalah baja yang mengandung sebuah unsur lain atau lebih dengan kadar yang berlebih daripada karbon biasanya dalam baja karbon. Menurut kadar unsur paduan, baja paduan dapat dibagi ke dalam dua golongan yaitu baja paduan rendah dan baja paduan tinggi. Baja rendah unsur paduannya di bawah 10% sedangkan baja paduan tinggi di atas 10%.
            3.   Baja Khusus
Baja khusus mempunyai unsur-unsur paduan yang tinggi karena pemakaian-pemakaian yang khusus. Baja khusus yaitu baja than karat, baja tahan panas, baja perkakas, baja listrik. Unsur utama dari baja tahan karat adalah Khrom sebagai unsure terpenting untuk memperoleh sifat tahan terhadap korosi. Baja tahan karat ada tiga macam menurut strukturnya yaitu baja tahan karat feritis, baja tahan karat martensitas dan austenitis.
            4.    Baja Tahan panas
Baja tahan panas, tahan terhadap korosi. Baja ini harus tahan korosi pada suhu lingkungan lebih tinggi atau oksidasi.
            5.    Baja perkakas
Baja perkakas adalah baja yang dibuat tidak berukuran besar tetapi memegang peranan dalam industri-industri. Unsure-unsur paduan dalam karbitnya diperlukan untuk memperoleh sifat-sifat tersebut dan kuat pada temperature tinggi.
            6.   Baja listrik
Baja listrik banyak dipakai dalam bidang elektronika.
          Standarisasi Baja
                        1)   Amerika Serikat
                            a) ASTM ( American Society for Testing Materials )
       Strogen Steel (H3 9M-94) High Strength Low alloy Structure Steel (H2 42M-93a) Low and Intermediate tensile Strength carbon silicon, steel plate for machine pane and general construction (A 284M-38)  High Steel Strength. Quenhead and Temporal alloy steel plate euatable for andirum (A 514-94m). Structural Steel mide 290 MPa minimum Yield point (BMM) maximum.  High Strongth Low alloy alambium vanadium steel of structural quality (43,72m-94a).  Structural carbon steel plate of improved longers (AS 37M-93a).  High Strength Low alloy Structural Steel 345 MPa minimum yield point 100 mm thickness (AS 88M-94a). Normalized high Strength Low alloy Structural Steel (A633-94a).  Low carbonate hardening, nikel copped evanium monodin, corombium and nikel copper columbion allow steel (A710M-94).  Hot road stuktural steel high Strength Low alloy plate with improved in ability (A 610 M-93a). Quenhead and tempered carbon steel plates for structural aniration (A 678-94a)
b) AISI (Americal Iron and Steel Institute) and SAE (Society of Automotive Engineers)
Baja menurut standarisasi AISI dan SAE merupakan spesifikasi dengan loxx digunakan untuk paduan yang sangat minimal. Contoh baja AISI, SAE 1445, ini berarti kandungan karbonnya adalah 0,4% dengan paduan uranium (0,4%-1,4%)
c) Menurut UNS (United Numbering System)
Baja menurut standar UNS hampir sama dengan standar AISI dan SAE, hanya saja menggunakan huruf di depan ditambah lima digit untuk jenis tambahan lainnya misalnya baja AISI,SAE A 0,70% UNS menjadi G41070 di mana awalnya G untuk baja karbon paduan rendah.
        2) Jepang (JIS = Japan Industrial Standar)
Rolled Steel for general structural (G 3101-87), Rolled Steel for walled structural (G 3106-92), Hot Rolled Atmosphetle corrosion resisting steel (G 3128-87), Hot Yield Strength Steel plate for walled structural (G 3128-87), Superior atmosphere corrosion resistant steel (G 3215-87)
        3) Standarisasi Jerman (DIN = Deutsche Industrie Norm.)
Steel for general structural purposes (17100-80) dan Waldable tine astin steel (17102-83)
         4) Standarisasi Perancis (NF)
Structural Steel (A 35-501-87) dan Structural Steel Imprived atmosphere votection vistance (H 35-502-DA)

 
BAB IV
HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Kurva laju pemanasan dan pendinginan dari data yang diperoleh

Berdasarkan grafik yang telah diperoleh dari hasil data dapat di simpulkan pada saat dilakukan pemanasan maka temperature logam akan naik. Setelah mencapai suhu  810 C, maka atom –atom bergerak keluar dari struktur dari permukaan  logam. Kemudian setelah itu didinginkan dengan media pendingin maka dengan cepat  temperature logam akan menurun.       
Dimana pada awalnya berada pada fase  austenit  stabil. Pada saat temperature logam turun diantara suhu + 700C – 250C terbentuk austenit  yang tidak stabil, kemudianm pada saat logam temperaturnya dibawah 250C terbventuk  austenit dan martensit. Terbentuk martensit karena adanya pengaruh kadar karbon,  martensit ini terbentuk karena atom – atom karbon yang ada pada permukaan tidak  sempat berdifusi kembali kedalam struktur logam sebagai akibat pendingin yang cepat  dan struktur logamnya merapat. Sifatnya keras dan ulet. Kecepatan pendingin yang dipengaruhi oleh massa jenis, yaitu semakin keras massa jenis dari media pendingin maka kecepatan pendinginan dari logam akan cepat. Hal ini disebabkan panas dari logam cepat didistribusikan karena pada partikel media pendingin saling berdekatan.

4.2. Diagram Fasa Fe-C
http://www.steelindonesia.com/article/02-heat_treatment_files/image002.jpg
Fasa yang terbentuk :
·         Ferit ( Besi )
Merupakan larutan padat karbon dalam besi maksimum 0,025 % pada temperature  C. Pada temperature kamar, kandungan karbonnya 0,008 % . Sifat ferit adalah lunak ulet dan tahan korosi.
·         Sementit
Merupakan senyawa logam yang mempunyai senyawa logam yang mempunyai kekerasan tinggi dan terkeras di antara fase lainnya dan mengandung 6,67 %b kadar karbon, walaupun sangat keras tapi bersifat getas.
·         Austenit
 merupakan larutan padat intersisi antara karbon dan besi yang mempunyai sel satuan BCC yang stabil pada temperatur  dengan sifat yang lunak tapi ulet.


·         Perlit \
Merupakan elektroid yang terdiri dari 2 fasa yaituferit dan sementit , kedua fasa ini terbentuk halus. Perlit hanya dapat terjadi di bawah  C , sifatnya kuat dan tahan terhadap korosi serta kandungan karbonnya 0,83 %.
·         Ladeburit
Merupakan susunan elektrolit dengan kandungan karbonnya 4,3 % yaitu campuran perlit dan  semantit, sifatnya halus dan getas karena sementit banyak.
·         Besi Delta
Merupakan fasa yang berada antara temperatur  ( sel satuan BCC (sel satuan Kubus) karbon yang larut sampai 0,01 %.
4.3 Analisa diagram TTT
http://www.steelindonesia.com/article/02-heat_treatment_files/image006.jpg
            Penjelasan diagram:
  • Pada proses pendinginan secara perlahan seperti pada garis (a) akan menghasilkan struktur mikro perlit dan ferlit.
  • Pada proses pendinginan sedang, seperti, pada garis (b) akan menghasilkan struktur mikro perlit dan bainit.
  • Pada proses pendinginan cepat, seperti garis ( c ) akan menghasilkan struktur mikro martensit.
4.2. Pembahasan
4.2.1. Pembahasan Umum
                        A. Alotropi Besi
Alotropi besi merupakan materi dengan komposisi kimia yang sama dengan dua atau lebih bentuk Kristal biasa pada logam tunggal. Logam besi memiliki 2 Alotropi yaitu Ferit dan Austenit, Biasanya Alotropi dimanfaatkan pada perlakuan panas suatu material. Contohnya adalah logam besi. Jika diberi perlakuan panas maka strukturnya akan berubah dari KPR/BCC menjadi KPS/FCC. Sebaliknya jika diinginkan struktur kembali pada keadaan semula. Hal yang paling menonjol dari Alotropi adalah adanya perubahan berat jenis dan sifat perlakuan panas, walaupun demikian masih ada sifat-sifat lain yang berubah. Keadaan dimana logam tunggal tidak mengalami nperubahan walaupun telah mengalami perlakuan panas disebut Allotropic.
)_􀀀_
                        B. BCC dan FCC
FCC adalah singkatan dari 'wajah berpusat kubik' struktur. Sedangkan BCC singkatan dari 'tubuh berpusat kubik' struktur. Mereka mengacu pada penataan bahan kristal. Untuk struktur kubik, Anda dapat membayangkan memiliki sebuah kubus atom, satu atom di setiap sudut kubus (sebenarnya Anda memiliki 1 / 8 dari atom, karena Anda menganggap bahwa setiap saham sel yang mengelilingi atom juga).
                                  
                                                FCC                                     BCC
Namun, dalam penataan FCC, akan ada atom lain (sekali lagi, sekitar berbagi sel-sel atom, sehingga secara teknis setengah atom dalam hal ini) pada setiap muka kubus (dengan wajah yang saya maksud adalah permukaan luar dari kubus), dan mereka akan berpusat antara sekitarnya untuk sudut kubus (maka 'wajah berpusat' bagian dari nama).
            Untuk BCC, yang mirip, kecuali daripada harus atom di wajah masing-masing, hanya ada atom ekstra tunggal (ditambah semua atom pada sudut-sudut kubus) yang terletak tepat di tengah kubus (atau 'tubuh' dari kubus).
Besi atom disusun dalam tubuh berpusat pola kubik (BCC) sampai dengan 1180 K. Di atas suhu ini membuat transisi fase ke wajah-kisi berpusat kubik (FCC). Transisi dari BCC ke FCC hasil dalam meningkatkan 8 sampai 9% pada densitas, menyebabkan sampel besi menyusut besarnya karena dipanaskan di atas temperatur transisi.
                        C. Intan
Intan adalah mineral yang secara kimia merupakan bentuk kristal, atau alotrop, dari karbon. Intan terkenal karena memiliki sifat-sifat fisika yang istimewa, terutama faktor kekerasannya dan kemampuannya mendispersikan cahaya. Sifat-sifat ini yang membuat intan digunakan dalam perhiasan dan berbagai penerapan di dalam dunia industri.
Intan terutama ditambang di Afrika tengah dan selatan, walaupun kandungan intan yang signifikan juga telah ditemukan di Kanada, Rusia, Brazil, dan Australia. Sekitar 130 juta "carat" (26.000 kg) intan ditambang setiap tahun, yang berjumlah kira-kira $9 miliar dolar Amerika. Selain itu, hampir empat kali berat intan dibuat di dalam makmal sebagai intan sintetik (synthetic diamond).

Penambangan intan

Intan terutama ditambang dari pipa-pipa vulkanis, tempat kandungan intan yang berasal dari bahan-bahan yang dikeluarkan dari dalam Bumi karena tekanan dan temperaturnya sesuai untuk pembentukan intan.
Intan terdapat dari dalam perut bumi yang digali baik secara manual maupun dengan mekanisasi. Sekarang kebanyakan para penambang intan sudah menggunakan mekanisasi, yaitu dengan mesin penyedot untuk menyedot tanah yang sudah digali.
Tanah yang disedot bersama air, dipilah melalui tapisan. Dengan keterampilannya, si penambang bisa membedakan batu biasa, pasir, atau intan. Intan yang baru didapat ini disebut "galuh" di daerah Banjarmasin. Galuh ini masih merupakan intan mentah. Untuk menjadikannya siap pakai, intan harus digosok terlebih dahulu. Penggosokan intan yang ada di masyarakat sebagian besar masih dengan alat tradisional.
                        D. Karbida
Karbida adalah istilah untuk atom karbon yang kelebihan elektron. Contoh senyawa karbida adalah kalsium karbida CaC2. Karbit atau Kalsium karbida adalah senyawa kimia dengan rumus kimia CaC2. Karbit digunakan dalam proses las karbit dan juga dapat mempercepat pematangan buah.
Persamaan reaksi Kalsium Karbida dengan air adalah
CaC2 + 2 H2OC2H2 + Ca(OH)2
Karena itu 1 gram CaC2 menghasilkan 349ml asetilen. Pada proses las karbit, asetilen yang dihasilkan kemudian dibakar untuk menghasilkan panas yang diperlukan dalam pengelasan
                       

E. NDT (non-Destructive Test)
NDT (Non-Destructive Testing) adalah salah satu teknik mengujian material tanpa merusak benda ujinya. Pengujian dapat mendeteksi secara dini timbulnya crack atau flaw pada material secara dini, tanpa menunggu material tesebut gagal ditengah operasinya. Dari tipe keberadaan crack pada material NDT dapat dibedakan dalam 2 macam, yaitu: surface crack dan inside crack. Pada saat pengujian maka harus sudah ditentukan dahulu targetnya (misal surface crack atau inside crack), baru digunakan metoda NDT yang tepat.
Untuk inside crack ada 3 metoda yang dapat digunakan, yaitu:
1.      Radiography, dengan menggunakan sinar X untuk mendapatkan gambaran dalam material. Prinsipnya sama dengan sinar X yang digunakan untuk tubuh manusia, tetapi panjang gelombang yang digunakan berbeda (lebih pendek).
2.      Ultrasonics, dengan menggunakan gelombang ultrasonic dengan frequensi antara 0.1 ~ 15 Mhz. Prinsipnya, gelombang ultrasonic dipancarkan dalam material dan gelombang baliknya atau gelombang yang sampai di sisi yang lain di bandingkan dengan kecepatan suara dari material itu sendiri untuk mendapatkan gambaran posisi dari crack.
3.      Accustic emmision, (sorry saya nggak bisa jelaskan tentang hal ini)
Untuk surface crack ada beberapa metoda yang dapat digunakan, yaitu:
1.      Visual Optical, melihat/mencari crack yang berada dipermukaan material dengan bantuan optik.
2.      Liquid Penetrant, yaitu dengan menyemprotkan/mengulaskan cairan berwana pada permukaan material. Pada prinsipnya teknik ini untuk mempermudah penglihatan saja.
3.      Magnetic Particles, cara ini dengan menggunakan serbuk magnetik yang di sebarkan dipermukaan benda uji. Pada saat crack ada dalam perbukaan benda uji, maka akan terjadi kebocoran medan magnit di sekitar posisi crack, sehingga dengan mudah akan bisa dilihat oleh mata. Setelah pengujian magnetic, maka benda uji akan menjadi bersifat magnet, krn pengaruh serbuk magnet tersebut, maka untuk menghilangkan effek itu digunakan metoda demagnetization (proses menghilangkan medan magnet pada benda uji), salah satu caranya dengan menggunakan hammering (benda uji dipikul dengan hammer, sehingga timbul getaran yang akan melepaskan partikel magnet)
Eddi current, prisipnya hampir sama dengan teknik medan magnet, tetapi disini medang listrik yang dipancarkan dari arus listrik bolak-balik, ketika ada crack maka medan listrik akan berubah dan perubahannya itu akan terbaca pada alat pengukur impadance. Prinsip ini erat kaitannya dengan impedansi, maka halinya sangat dipengruhi oleh jarak antara benda uji dengan alat ukurnya.

2 komentar:

  1. Produk Petrofer Oil tersedia untuk semua kebutuhan industri seperti :

    Metal working fluid, Metal forming lubricants, Die casting, Forging, Hidrolik oil, Slide way, Gear oil, Cutting oil, Quenching oil dan berbagai jenis chemicals.

    Anda dapat menemukan informasi terbaru mengenai kami pada halaman ini. Perusahaan kami terus berkembang dan berevolusi. Kami menyediakan beragam layanan. Misi kami adalah menyediakan solusi terbaik yang dapat membantu semua orang.

    PETROFER OIL & CHEMICAL



    AFTER MARKETING
    TOMMY.K
    KONTAK
    (081310849918)

    BalasHapus